Senja Di Mediterania
Baju hitam longgar , kerudung menutup dada bagian belakang sampai ke pantat masih ada juga cadar yang juga hitam jauh dari kata modis apalagi kekinian sandal jepit dengan tali plastik yang sudah putus tapi berusaha di satukan lagi agar dapat kembali di gunakan.
Ku tatap sekeliling , aku terdampar di negeri yang sangat asing tak ada pohon hanya tanah coklat yang kering ,aku berdiri di bukit putih menatap sekilas sekelilingku tapi tetap seksama tak ada yang terlewat .Ribuan tanda tanya membahana membumbung begitu saja dimana gerangan aku berada??? bagaimana ada di sini ada tulisan besar mampu ku baca diantara tanah kering yang porak poranda " Rumah Sakit Indonesia " ada tangis yang begitu saja mengembang entah apa alasannya hanya rasaku yang mampu menjadi penerjemahnya.
Setelah mataku puas memotret keadaan seorang lelaki kecil yang sangat tampan mengamit tanganku " Kita Lanjutkan perjalanan saudariku...!!!" Katanya sambil melangkah di depan tapi tetap memegangi tanganku dengan halus ku coba melepaskan pegangannya.
" Saya belum akil balig..., umur saya baru 7 tahun. Bibi dan paman saya baru kemarin memukul saya dengan tali rotan saat tak sembahyang...," Katanya sembari menatap mataku yang masih sembab menangisi keadaan sekitar." Kita harus bergegas agar kamu bisa menikmati senja di laut mediterania..." Lanjutnya memaksa aku menurut kilau rambut hitam bergelombang panjang mennyentuh pundak kontras dengan kulit putih bersih di balik baju kurung hitam yang lusuh dan bladus. Ketika sampai di pantai langit berwarna jingga matahari berkaca manja Lelaki kecil tertawa melihatku ternganga " Ini adalah kebaikan Tuhan... Tetap memberi kami keindahan di sela ketakutan yang mencekam...," Katanya sembari menatapku dengan senyum yang indah , Matanya berbinar penuh syukur. Aku menganguk sambil mengusap kepalanya . Aku baru melihat dan bertemu dengannya tapi entahlah perasaanku mengatakan hal yang berbeda aku seperti bertemu seorang sahabat kecil yang di pisahkan jarak dan waktu begitu lama menikmati senja di laut mediterania.
Aku menatap pakaianku, ini bukanlah aku ,aku tak suka warna hitam meskipun orang bilang itu warna netral aku lebih suka coklat tua lalu sandalku sejak kapan aku suka sendal jepit...,bukankah aku lebih senang dengan sepatu ,tempat ini ,pakaian ini , orang ini , membuat aku pusing tapi mulutku terkunci aku mendengarkan Bilal bercerita .Tentang jalan yang sedang kami lewati di balik sebuah bukit dia berhenti bertayamum dengan debu yang ada lalu sholat magrib dia memintaku berjaga. Seusai salam dia kumpulkan debu untukku bersuci ,ku usap wajah dan kedua tanganku di sela tangis " Sesulit inikah ya Robb..." Bisikku membatin
" Buang ketakutanmu..., Alloh menjaga hambanya dengan berbagai cara...Tetaplah tumaninah " Ucap Bilai lebih menyerupai sebuah intruksi aku diam menghadap tuhanku dengan hati yakin
" Kemana kita akan pergi...? " Tanya ku ketika Bilal menyuruhku berjalan di muka
" Kita perlu makan kita harus datang ke barak pengungsian semoga masih ada rizki kita di sana..."
Baru beberapa meter kami berjalan Bilal menarik tanganku dan mengajak aku bersembunyi di balik batu . Hatiku mulai was-was .Setengah Jam berselang dua teng melintas dengan sekompi pasukan juga dengan senjata lengkap
" Siapa yang memberi tahu mu tentang ini...? " Tanyaku berbisik
" Mungkin batu ini...,atau tanah yang kita pijak..." Jawab Bilal terdengar tak masuk akal tapi anak ini mengatakannya dengan sangat serius aku menatap bola matanya yang hitam besar " Kami terbiasa dengan suara tak berhujud yang memberi tahu kami tentang adanya mara bahaya .mendengar rumput yang beristigfar saat di injak para serdadu Yahudi. mendengar burung bertasbih setiap pagi...,bersama daun kering yang jatuh mereka mengucap syukur karena tugasnya sudah selesai." Aku merasa seperti sedang mendengar anak kecil berhalusinasi tentang tokoh hanyalannya tapi belum juga aku selesai memikirkannya .Ada 3 pria berbaju putih melambai padaku. Aku memberi tahu Bilal tentang hal itu Bilal bangkit dan menarik tanganku...
" Mari ikuti mereka...!!!"
"Tapi siapa Mereka...???"
" Pasukan Alloh...,Berjalanlah dimuka karena aku tidak dapat melihat mereka, ku turuti Kata-kata Bilai sampailah kami di barak pengungsian dengan aman ketika ku lihat tentara berjaga ,tersenyum ramah pada kami namun tetap waspada 3 pria berjubah putih tak ku lihat entah kemana mereka pergi ,mereka seperti asap di hempas angin hilang tanpa bekas
Selembar roti dan segelas Air putih cukup untuk menenangkan perut kami hari ini .
" Dimana aku ...Bilal ??"
"Gaza..."
" Bagaimana aku datang...,sejak kapan aku disini..." Bilal mengeleng kepalaku rasanya pening memikrkan apa yang ku alami hari ini ... membingungkan .Tapi teka-teki tetap jadi misteri tak ada yang memberiku jawaban pasti...,apakah kepalaku terbentur keras tadi pagi hingga sebagian memoriku tak berfungsi Rasanya miris menyaksikan anak -anak balita tergeletak seadanya apakah mereka akan baik-baik saja ,lansia tertidur dengan raut muka gelisah tapi para ibu tetap mendengarkan hafalan anak mereka sebelum di setorkan pada guru mereka jika ada takdir jumpa. Mushaf dan buku doa menjadi bacaan wajib yang kemana saja . meski majlis hadir tersembunyi dan berpindah setiap hari tapi mereka tetap bersemangat untuk hadir . Bilal bercerita tentang hidupnya yang sebatang kara karena orang tuanya meninggal saat perkampungan di bombardir. dua kakaknya juga terpanggang penyerangan pagi itu menjadi awal ceritanya sebagai yatim piatu. Beruntung dia punya paman dan bibi yang jadi walinya. Aku merasa sedang berada di sebuah film dokumenter kesakitan ketakutan yang kemudian melahirkan kekuatan dan keberanian yang bersumber pada keimanan yang terpatri di setiap diri. Apa yang sedang ku alami adalah perjalanan religi yang mungkin dak dialami oleh seorang kiai atau santri .
Bulan lalu aku melihat sungai Seine yang membeku..., lantas aku juga menyaksikan negara sebesar Rusia lumpuh karena badai salju ,aku juga menyaksikan sakura indah bermekaran di hokaido tapi semua tak membuat aku merinding mereka hanya singgah lalu menghilang begitu saja aku kesana hanya untuk tugasku sebagai Jurnalis. tapi sekarang hari ini ,jam ini , detik ini aku tidak mengerti untuk apa aku ada di sini. Sejak kapan atau apapun yang menjadi latar belakang perjalanan ini. tugas itu tak mungkin bukan kah aku jurnalis pariwisata yang bekerja untuk sebuah Agen travel online.
Di titik yang paling membingungkan Bilal mengatakan sudah saatnya aku pulang adakah pesawat jam segini., mungkin ada kerah mana Bandara
" Kamu berjalan dengan Ilmu Alloh dan akan pulang dengan cara yang sama ..." Kata Bilal sembari menuntunku sampai di muka sebuah rumah pintu terbuka dengan sendirinya ketika ku balik badan Bilal sudah tak ada Tapi perkataannya terus tergiang " Aku penghapal...,kau adalah pembaca karena itu kita berjumpa..." Membuka mata karena petir yang menggelegar di pagi buta." Ya Alloh ternyata perjalanan ini hanya mimpi." Kataku sambil mengedarkan pandang ,menyapu kamar .dan kudengar kumandang subuh di segala penjuru The end
Tuhan maha segala tak ada yang mustahil jika Dia Berkehendak jadi maka jadilah See You dear,,,I Miss you Assallamualaikum warohmatulohi wabarokatuh
Setelah mataku puas memotret keadaan seorang lelaki kecil yang sangat tampan mengamit tanganku " Kita Lanjutkan perjalanan saudariku...!!!" Katanya sambil melangkah di depan tapi tetap memegangi tanganku dengan halus ku coba melepaskan pegangannya.
" Saya belum akil balig..., umur saya baru 7 tahun. Bibi dan paman saya baru kemarin memukul saya dengan tali rotan saat tak sembahyang...," Katanya sembari menatap mataku yang masih sembab menangisi keadaan sekitar." Kita harus bergegas agar kamu bisa menikmati senja di laut mediterania..." Lanjutnya memaksa aku menurut kilau rambut hitam bergelombang panjang mennyentuh pundak kontras dengan kulit putih bersih di balik baju kurung hitam yang lusuh dan bladus. Ketika sampai di pantai langit berwarna jingga matahari berkaca manja Lelaki kecil tertawa melihatku ternganga " Ini adalah kebaikan Tuhan... Tetap memberi kami keindahan di sela ketakutan yang mencekam...," Katanya sembari menatapku dengan senyum yang indah , Matanya berbinar penuh syukur. Aku menganguk sambil mengusap kepalanya . Aku baru melihat dan bertemu dengannya tapi entahlah perasaanku mengatakan hal yang berbeda aku seperti bertemu seorang sahabat kecil yang di pisahkan jarak dan waktu begitu lama menikmati senja di laut mediterania.
Aku menatap pakaianku, ini bukanlah aku ,aku tak suka warna hitam meskipun orang bilang itu warna netral aku lebih suka coklat tua lalu sandalku sejak kapan aku suka sendal jepit...,bukankah aku lebih senang dengan sepatu ,tempat ini ,pakaian ini , orang ini , membuat aku pusing tapi mulutku terkunci aku mendengarkan Bilal bercerita .Tentang jalan yang sedang kami lewati di balik sebuah bukit dia berhenti bertayamum dengan debu yang ada lalu sholat magrib dia memintaku berjaga. Seusai salam dia kumpulkan debu untukku bersuci ,ku usap wajah dan kedua tanganku di sela tangis " Sesulit inikah ya Robb..." Bisikku membatin
" Buang ketakutanmu..., Alloh menjaga hambanya dengan berbagai cara...Tetaplah tumaninah " Ucap Bilai lebih menyerupai sebuah intruksi aku diam menghadap tuhanku dengan hati yakin
" Kemana kita akan pergi...? " Tanya ku ketika Bilal menyuruhku berjalan di muka
" Kita perlu makan kita harus datang ke barak pengungsian semoga masih ada rizki kita di sana..."
Baru beberapa meter kami berjalan Bilal menarik tanganku dan mengajak aku bersembunyi di balik batu . Hatiku mulai was-was .Setengah Jam berselang dua teng melintas dengan sekompi pasukan juga dengan senjata lengkap
" Siapa yang memberi tahu mu tentang ini...? " Tanyaku berbisik
" Mungkin batu ini...,atau tanah yang kita pijak..." Jawab Bilal terdengar tak masuk akal tapi anak ini mengatakannya dengan sangat serius aku menatap bola matanya yang hitam besar " Kami terbiasa dengan suara tak berhujud yang memberi tahu kami tentang adanya mara bahaya .mendengar rumput yang beristigfar saat di injak para serdadu Yahudi. mendengar burung bertasbih setiap pagi...,bersama daun kering yang jatuh mereka mengucap syukur karena tugasnya sudah selesai." Aku merasa seperti sedang mendengar anak kecil berhalusinasi tentang tokoh hanyalannya tapi belum juga aku selesai memikirkannya .Ada 3 pria berbaju putih melambai padaku. Aku memberi tahu Bilal tentang hal itu Bilal bangkit dan menarik tanganku...
" Mari ikuti mereka...!!!"
"Tapi siapa Mereka...???"
" Pasukan Alloh...,Berjalanlah dimuka karena aku tidak dapat melihat mereka, ku turuti Kata-kata Bilai sampailah kami di barak pengungsian dengan aman ketika ku lihat tentara berjaga ,tersenyum ramah pada kami namun tetap waspada 3 pria berjubah putih tak ku lihat entah kemana mereka pergi ,mereka seperti asap di hempas angin hilang tanpa bekas
Selembar roti dan segelas Air putih cukup untuk menenangkan perut kami hari ini .
" Dimana aku ...Bilal ??"
"Gaza..."
" Bagaimana aku datang...,sejak kapan aku disini..." Bilal mengeleng kepalaku rasanya pening memikrkan apa yang ku alami hari ini ... membingungkan .Tapi teka-teki tetap jadi misteri tak ada yang memberiku jawaban pasti...,apakah kepalaku terbentur keras tadi pagi hingga sebagian memoriku tak berfungsi Rasanya miris menyaksikan anak -anak balita tergeletak seadanya apakah mereka akan baik-baik saja ,lansia tertidur dengan raut muka gelisah tapi para ibu tetap mendengarkan hafalan anak mereka sebelum di setorkan pada guru mereka jika ada takdir jumpa. Mushaf dan buku doa menjadi bacaan wajib yang kemana saja . meski majlis hadir tersembunyi dan berpindah setiap hari tapi mereka tetap bersemangat untuk hadir . Bilal bercerita tentang hidupnya yang sebatang kara karena orang tuanya meninggal saat perkampungan di bombardir. dua kakaknya juga terpanggang penyerangan pagi itu menjadi awal ceritanya sebagai yatim piatu. Beruntung dia punya paman dan bibi yang jadi walinya. Aku merasa sedang berada di sebuah film dokumenter kesakitan ketakutan yang kemudian melahirkan kekuatan dan keberanian yang bersumber pada keimanan yang terpatri di setiap diri. Apa yang sedang ku alami adalah perjalanan religi yang mungkin dak dialami oleh seorang kiai atau santri .
Bulan lalu aku melihat sungai Seine yang membeku..., lantas aku juga menyaksikan negara sebesar Rusia lumpuh karena badai salju ,aku juga menyaksikan sakura indah bermekaran di hokaido tapi semua tak membuat aku merinding mereka hanya singgah lalu menghilang begitu saja aku kesana hanya untuk tugasku sebagai Jurnalis. tapi sekarang hari ini ,jam ini , detik ini aku tidak mengerti untuk apa aku ada di sini. Sejak kapan atau apapun yang menjadi latar belakang perjalanan ini. tugas itu tak mungkin bukan kah aku jurnalis pariwisata yang bekerja untuk sebuah Agen travel online.
Di titik yang paling membingungkan Bilal mengatakan sudah saatnya aku pulang adakah pesawat jam segini., mungkin ada kerah mana Bandara
" Kamu berjalan dengan Ilmu Alloh dan akan pulang dengan cara yang sama ..." Kata Bilal sembari menuntunku sampai di muka sebuah rumah pintu terbuka dengan sendirinya ketika ku balik badan Bilal sudah tak ada Tapi perkataannya terus tergiang " Aku penghapal...,kau adalah pembaca karena itu kita berjumpa..." Membuka mata karena petir yang menggelegar di pagi buta." Ya Alloh ternyata perjalanan ini hanya mimpi." Kataku sambil mengedarkan pandang ,menyapu kamar .dan kudengar kumandang subuh di segala penjuru The end
Tuhan maha segala tak ada yang mustahil jika Dia Berkehendak jadi maka jadilah See You dear,,,I Miss you Assallamualaikum warohmatulohi wabarokatuh
0 komentar:
Post a Comment
Komentarmu adalah cermin kepribadianmu.terima kasih sudah mengunjungi blog saya