Nasehatnya...
Peluknya...
Bau tubuhnya
Manjanya tak ada yang lebih indah
Dari senyum tanpa gigi
Milik Embah
Masuk yuk kita bernostalgia tentang seorang wanita tua ibu dari ibumu yang kita panggil nenek alias mbah...
Malam minggu yang indah. langit cerah angin bertiup sepoi amboy banget cocok buat jelong jelong, sayangnya ini minggu musim paceklik tanggal tua duit yang tersisa tinggal receh kembalian dari warung makan tiap hari, Ku putar musik Kumasukan headset ke telingaKu tapi sebelum kepalaKu mencapai bantal. Seseorang mengetuk pintu dengan malas Aku bangkit membuka pintu senyum tiga jari menyambutKu begitu pintu terbuka.
Leni masuk dan langsung duduk di ranjang, sekilas Dia mengedarkan pandang keseluruh kamar, mungkin Dia geleng-geleng kepala melihat kapal pecah, lebih pantas di sebut kandang singa daripada kamar perempuan,
“ Lagi badmood yaa...? ” Tebak Leni, Aku hanya menganguk dan tersenyum
“ Kenapa ,Len...? ” Tanyaku karena Leni diam tak mau mengatakan apa tujuannya datang ke kamarku
“ tolong Leni Kak, anter Leni ketemu Ayah, bang Arman lagi sibuk ,dengan tugas-tugasnya, Ibu sakit kepala, Ayah tadi di telp harus kepanti Ada nenek yang sakit, tadinya Ayah Bilang Cuma mau nengok karena hari ini bukan jadwal ayah piket, Ibu juga sedang sakit, tapi tadi ayah telpon minta dibawakan baju hangat, Ayah menginap dipanti, Neneknya nangis kalo di tinggalin Ayah...” Jelas Leni panjang lebar.
“ Ya sudah Tunggu sebentar...? "PintaKu sambil bangkit, melapisi tank top Ku dengan jaket dan mengganti celana pendekKu dengan yang panjang, merapikan sedikit wajahKu agar tak terlihat kuyu, setelah dirasa cukup Aku dan Leni pergi ke panti werda tempat pak Bagio Ayah Leni bekerja.
Pak Bagio adalah pengawai dinas sosial yang bertugas di panti jompo Trena Werdha, Beliau sebenarnya kepala pantinya, kalo orang pikir masa kepala panti Ikut sibuk kalo ada penghuni yang sakit???, bukankah Dia punya bawahan, ya tinggal kasih pengarahan saja. perintah sana perintah sini,beres...!!!
Tapi tidak begitu dengan bekerja di panti Werdha.yang berurusan dengan kakek-kakek dan nenek-nenek, mereka itu seperti anak kecil bahkan mungkin lebih manja dari anak teka, kalo sakit merengek minta di temenin siapa..., mending kalo sakitnya Cuma pusing, kalo muntah-muntah, disentri, disinilah dedikasi dan keiklasan di buktikan, meninggalkan keluarga, mengurusi kotoran entah dari Ibu siapa, Entah dari Ayah siapa, Anaknya mungkin sedang makan malam di sebuah resto ternama, cekakak cekikik dengan rekan kerja yang mereka agungkan karena menjanjikan proyek penting yang harganya Milyaran
Aku dan Leni berjalan kaki kesana, karena memang dekat sebenarnya hanya 20’ berjalan kaki, sebuah bangunan megah dan hijau menyambut Kami, lapangan cukup luas gedung berlantai dua selalu memberi kesan wow buat Ku yang terbiasa tinggal di kamar kost, yang dari ranjang ke lemari Cuma 3 langkah, lemari kepintu juga paling juga 3 langkah.
Senyum ramah menyambut Aku dan Leni yang sampai di pos penjagaan,
“ Ayah ada di kamar Anggrek, Nenek Kartini sakit tadi jatuh di kamar mandi, tapi tadi sudah diperiksa dokter, Dia baik-baik saja, Cuma ya itu Ayahmu di tahan harus ada di sisinya, di tinggal sebentar saja teriak-teriak memanggil ” Sang satpam penjelaskan, Leni mengangguk dan tersenyum mengerti, lalu pamit untuk menemui Ayahnya,
Begitu sampai keberanda barak sambutan riuh kami terima, Nenek-nenek,kakek- kakek embah-embah, seperti balapan memanggil Kami, Putuku teko, Cucuku datang..., Incu aing ngalongok..., begitu sambutan mereka, Ku salami Mereka satu persatu, banyak diantara mereka yang kemudian ke kamar mengambil sesuatu untuk Kami, ini memang bukan kali pertama Aku menemani Leni kemari, kadang saat dengan Ibu juga Aku sering ikut, ada juga kakek-kakek geunit yang senyum-senyum dengan giginya yang tinggal satu, jadi aku mengenal mereka cukup baik mungkin ada diantara mereka yang lebih mengingat namaku dan Leni ketimbang nama Cucu atau Anaknya yang jarang menemui Mereka,sangat menyedihkan
Begitu sampai ke pintu kamar anggrek bau tujuh rupa menyergap hidung, bau khas orang tua, bau balsem, minyak angin, kayu putih, bau Parfum, parfum yang ga jelas aroma apa campur aduk pokoknya. Mungkin untuk orang yang ga pernah datang, Dia akan muntah dengan semuanya, mual pokoknya. Aku masuk bersama Leni menemui Pak Bagio yang duduk di pinggir ranjang sambil memijati tangan Nenek Kartini sembari dengan sabar mendengar cerita sang nenek tentang keberhasilan anak-anak dan cucunya yang entah sudah berapa ratus kali Pak Bagio mendengarnya, tapi Beliau tetap sabar tanpa membantah, kata ibu menjadi pendengar yang baik itulah yang membuat ibu jatuh hati pada bapak yang memiliki selisih umur 13 tahun dengannya.
“ Tidur disini Len temenin nenek, sama Adisty sekalian...,” Ajak nenek Kartini sembari tersenyum manis sekali dia cantik dengan gigi yang menghitam dan tinggal satu di rahang bawah. Leni Cuma tersenyum begitu pun Aku, kalo nengok main-main, dengerin cerita mereka ga masalah buat Ku tapi kalo harus nginep jujur Aku melambaikan tangan menyerah,
“ Len...,Mbah jumi menanyakan Kamu sama Adisty terus..., sana temui dulu besok Beliau pulang di jemput Pak Haidir, cucunya akan menikah?” Kata Pak Bagio setelah mamakai baju hangatnya dan mengucap terima kasih untuk Aku dan Putrinya, Leni menganguk lalu berlalu ke kamar kenanga, setelah pamit pada nenek Kartini.
Pintu kamar kenanga terbuka sedikit, 6 nenek-nenek berkumpul di satu ranjang, begitu sampai dan mengucap salam Aku dan Leni masuk menyapa dan menyalami mereka, Yah hanya sekedar tanya kabar, tapi itu cukup untuk mereka merasa diakui dan dihargai. Mbah Jumi yang menurut Ibu salah satu putranya menjabat sebagai staf ahli di kementrian kesehatan yang lainnya juga menduduki jabatan –jabatan penting tapi Dia selalu merasa menyesal karena tak ada diantara mereka yang mampu pasih mengaji,,,.Lalu siapa yang akan membaca surat Yasin jika dia meninggal nanti, lalu siapa yang ridho membacakan surat Taubat, saat dia sekarat, sesuatu yang ironi Ku saksikan sendiri Mbah Jumi,yang 6 dari 10 jarinya dihiasi cincin besar-besar, gelang dan kalung yang juga besar, bajunya tasnya lebih mentereng dari para sosialita, tapi ternyata masa tuanya gelisah.karena semua anaknya mengukur segalanya dari materi,
“ besok Mbah pulang Cucu Mbah manten..., mungkin Mbah tidak punya kesempatan untuk bertemu kalian lagi...? ”
“kenapa... Mbah...?, kita akan bertemu lagi...,” Ucapku pelan tak ada kata kata lain ,entahlah tenggorokan Ku kering rasanya.mendengar kata –kata perpisahannya,
Mbah Jumi yang selalu rapi dan wangi yang tersenyum tulus meski tanpa gigi, nasehatnya yang selalu menyemangati, juga cerita tentang perjuangannya membesarkan 5 anak tanpa Suami, sebab suaminya meninggal karena TBC, Kulitnya hitam dan keriput, satu matamya buta kena glukoma, Tapi dia tetap sang primadona bukan karena hartanya, karena orang tua sudah tak lagi bicara soal harta, ranjang yang selalu rapi, rambut yang tertata meskipun sekarang semuanya putih. pakaian di lemarinya tak pernah berantakan She is beauty granmother.
“ Mbah punya hadiah untuk Leni dan Adisty cucu Mbah...” Katanya sembari mengambil sesuatu dari lemarinya, di lihat dari jinjingannya, ini mungkin baju muslim dari brand ternama yang lagi happening, ”Itu mukena..., doain Mbah yah...” Itu kata mbah Jumi lalu seperti biasa kami berbicara banyak Aku Adisty adalah cucu kesayangan dari banyak nenek, Aku harap Aku bisa merawat orang tuaku, menjaganya meskipun tak sesempurna penjagaan mereka, saat menjagaku sewaktu kecil. Kami pulang jam 10 malam, kembali berjalan kaki, Kata orang sih bahaya yah anak perempuan tapi bagi Aku dan Leni..., bismilah azza lah, semoga Alloh menjagaKu dari hal-hal yang buruk,
Peristiwa yang mengejutkan membuat Ku terperangah begitu bangun tidur. Arman kakak Leni memberi tahu Ku kalau Mbah Jumi meninggal karena serangan jantung,,, Nenek kartini yang minta ditemani Pak Bagio tapi Mbah Jumi yang meninggal dunia, itulah umur misteri yang tak pernah terpecahkan. Aku merinding mendengarnya ..., Innalilahi waina ilaihi rojiun..., semoga Alloh menempatkan Mbah di tempat terbaik disisinya Amien selesai
Rahasia yang paling rahasia adalah waktu kapan dan dimana nyawamu akan di cabut....,sudahkah menanyakan keadaan orang tuamu hari ini... sudahkah berdoa untuk mereka hari ini, karena orang tua tak pernah lupa menyebut namamu dalam doa terbaiknya.. terimakasih sudah main kemari.... see you later
Bau tubuhnya
Manjanya tak ada yang lebih indah
Dari senyum tanpa gigi
Milik Embah
Masuk yuk kita bernostalgia tentang seorang wanita tua ibu dari ibumu yang kita panggil nenek alias mbah...
Embah
Malam minggu yang indah. langit cerah angin bertiup sepoi amboy banget cocok buat jelong jelong, sayangnya ini minggu musim paceklik tanggal tua duit yang tersisa tinggal receh kembalian dari warung makan tiap hari, Ku putar musik Kumasukan headset ke telingaKu tapi sebelum kepalaKu mencapai bantal. Seseorang mengetuk pintu dengan malas Aku bangkit membuka pintu senyum tiga jari menyambutKu begitu pintu terbuka.
Leni masuk dan langsung duduk di ranjang, sekilas Dia mengedarkan pandang keseluruh kamar, mungkin Dia geleng-geleng kepala melihat kapal pecah, lebih pantas di sebut kandang singa daripada kamar perempuan,
“ Lagi badmood yaa...? ” Tebak Leni, Aku hanya menganguk dan tersenyum
“ Kenapa ,Len...? ” Tanyaku karena Leni diam tak mau mengatakan apa tujuannya datang ke kamarku
“ tolong Leni Kak, anter Leni ketemu Ayah, bang Arman lagi sibuk ,dengan tugas-tugasnya, Ibu sakit kepala, Ayah tadi di telp harus kepanti Ada nenek yang sakit, tadinya Ayah Bilang Cuma mau nengok karena hari ini bukan jadwal ayah piket, Ibu juga sedang sakit, tapi tadi ayah telpon minta dibawakan baju hangat, Ayah menginap dipanti, Neneknya nangis kalo di tinggalin Ayah...” Jelas Leni panjang lebar.
“ Ya sudah Tunggu sebentar...? "PintaKu sambil bangkit, melapisi tank top Ku dengan jaket dan mengganti celana pendekKu dengan yang panjang, merapikan sedikit wajahKu agar tak terlihat kuyu, setelah dirasa cukup Aku dan Leni pergi ke panti werda tempat pak Bagio Ayah Leni bekerja.
Pak Bagio adalah pengawai dinas sosial yang bertugas di panti jompo Trena Werdha, Beliau sebenarnya kepala pantinya, kalo orang pikir masa kepala panti Ikut sibuk kalo ada penghuni yang sakit???, bukankah Dia punya bawahan, ya tinggal kasih pengarahan saja. perintah sana perintah sini,beres...!!!
Tapi tidak begitu dengan bekerja di panti Werdha.yang berurusan dengan kakek-kakek dan nenek-nenek, mereka itu seperti anak kecil bahkan mungkin lebih manja dari anak teka, kalo sakit merengek minta di temenin siapa..., mending kalo sakitnya Cuma pusing, kalo muntah-muntah, disentri, disinilah dedikasi dan keiklasan di buktikan, meninggalkan keluarga, mengurusi kotoran entah dari Ibu siapa, Entah dari Ayah siapa, Anaknya mungkin sedang makan malam di sebuah resto ternama, cekakak cekikik dengan rekan kerja yang mereka agungkan karena menjanjikan proyek penting yang harganya Milyaran
Aku dan Leni berjalan kaki kesana, karena memang dekat sebenarnya hanya 20’ berjalan kaki, sebuah bangunan megah dan hijau menyambut Kami, lapangan cukup luas gedung berlantai dua selalu memberi kesan wow buat Ku yang terbiasa tinggal di kamar kost, yang dari ranjang ke lemari Cuma 3 langkah, lemari kepintu juga paling juga 3 langkah.
Senyum ramah menyambut Aku dan Leni yang sampai di pos penjagaan,
“ Ayah ada di kamar Anggrek, Nenek Kartini sakit tadi jatuh di kamar mandi, tapi tadi sudah diperiksa dokter, Dia baik-baik saja, Cuma ya itu Ayahmu di tahan harus ada di sisinya, di tinggal sebentar saja teriak-teriak memanggil ” Sang satpam penjelaskan, Leni mengangguk dan tersenyum mengerti, lalu pamit untuk menemui Ayahnya,
Begitu sampai keberanda barak sambutan riuh kami terima, Nenek-nenek,kakek- kakek embah-embah, seperti balapan memanggil Kami, Putuku teko, Cucuku datang..., Incu aing ngalongok..., begitu sambutan mereka, Ku salami Mereka satu persatu, banyak diantara mereka yang kemudian ke kamar mengambil sesuatu untuk Kami, ini memang bukan kali pertama Aku menemani Leni kemari, kadang saat dengan Ibu juga Aku sering ikut, ada juga kakek-kakek geunit yang senyum-senyum dengan giginya yang tinggal satu, jadi aku mengenal mereka cukup baik mungkin ada diantara mereka yang lebih mengingat namaku dan Leni ketimbang nama Cucu atau Anaknya yang jarang menemui Mereka,sangat menyedihkan
Begitu sampai ke pintu kamar anggrek bau tujuh rupa menyergap hidung, bau khas orang tua, bau balsem, minyak angin, kayu putih, bau Parfum, parfum yang ga jelas aroma apa campur aduk pokoknya. Mungkin untuk orang yang ga pernah datang, Dia akan muntah dengan semuanya, mual pokoknya. Aku masuk bersama Leni menemui Pak Bagio yang duduk di pinggir ranjang sambil memijati tangan Nenek Kartini sembari dengan sabar mendengar cerita sang nenek tentang keberhasilan anak-anak dan cucunya yang entah sudah berapa ratus kali Pak Bagio mendengarnya, tapi Beliau tetap sabar tanpa membantah, kata ibu menjadi pendengar yang baik itulah yang membuat ibu jatuh hati pada bapak yang memiliki selisih umur 13 tahun dengannya.
“ Tidur disini Len temenin nenek, sama Adisty sekalian...,” Ajak nenek Kartini sembari tersenyum manis sekali dia cantik dengan gigi yang menghitam dan tinggal satu di rahang bawah. Leni Cuma tersenyum begitu pun Aku, kalo nengok main-main, dengerin cerita mereka ga masalah buat Ku tapi kalo harus nginep jujur Aku melambaikan tangan menyerah,
“ Len...,Mbah jumi menanyakan Kamu sama Adisty terus..., sana temui dulu besok Beliau pulang di jemput Pak Haidir, cucunya akan menikah?” Kata Pak Bagio setelah mamakai baju hangatnya dan mengucap terima kasih untuk Aku dan Putrinya, Leni menganguk lalu berlalu ke kamar kenanga, setelah pamit pada nenek Kartini.
Pintu kamar kenanga terbuka sedikit, 6 nenek-nenek berkumpul di satu ranjang, begitu sampai dan mengucap salam Aku dan Leni masuk menyapa dan menyalami mereka, Yah hanya sekedar tanya kabar, tapi itu cukup untuk mereka merasa diakui dan dihargai. Mbah Jumi yang menurut Ibu salah satu putranya menjabat sebagai staf ahli di kementrian kesehatan yang lainnya juga menduduki jabatan –jabatan penting tapi Dia selalu merasa menyesal karena tak ada diantara mereka yang mampu pasih mengaji,,,.Lalu siapa yang akan membaca surat Yasin jika dia meninggal nanti, lalu siapa yang ridho membacakan surat Taubat, saat dia sekarat, sesuatu yang ironi Ku saksikan sendiri Mbah Jumi,yang 6 dari 10 jarinya dihiasi cincin besar-besar, gelang dan kalung yang juga besar, bajunya tasnya lebih mentereng dari para sosialita, tapi ternyata masa tuanya gelisah.karena semua anaknya mengukur segalanya dari materi,
“ besok Mbah pulang Cucu Mbah manten..., mungkin Mbah tidak punya kesempatan untuk bertemu kalian lagi...? ”
“kenapa... Mbah...?, kita akan bertemu lagi...,” Ucapku pelan tak ada kata kata lain ,entahlah tenggorokan Ku kering rasanya.mendengar kata –kata perpisahannya,
Mbah Jumi yang selalu rapi dan wangi yang tersenyum tulus meski tanpa gigi, nasehatnya yang selalu menyemangati, juga cerita tentang perjuangannya membesarkan 5 anak tanpa Suami, sebab suaminya meninggal karena TBC, Kulitnya hitam dan keriput, satu matamya buta kena glukoma, Tapi dia tetap sang primadona bukan karena hartanya, karena orang tua sudah tak lagi bicara soal harta, ranjang yang selalu rapi, rambut yang tertata meskipun sekarang semuanya putih. pakaian di lemarinya tak pernah berantakan She is beauty granmother.
“ Mbah punya hadiah untuk Leni dan Adisty cucu Mbah...” Katanya sembari mengambil sesuatu dari lemarinya, di lihat dari jinjingannya, ini mungkin baju muslim dari brand ternama yang lagi happening, ”Itu mukena..., doain Mbah yah...” Itu kata mbah Jumi lalu seperti biasa kami berbicara banyak Aku Adisty adalah cucu kesayangan dari banyak nenek, Aku harap Aku bisa merawat orang tuaku, menjaganya meskipun tak sesempurna penjagaan mereka, saat menjagaku sewaktu kecil. Kami pulang jam 10 malam, kembali berjalan kaki, Kata orang sih bahaya yah anak perempuan tapi bagi Aku dan Leni..., bismilah azza lah, semoga Alloh menjagaKu dari hal-hal yang buruk,
Peristiwa yang mengejutkan membuat Ku terperangah begitu bangun tidur. Arman kakak Leni memberi tahu Ku kalau Mbah Jumi meninggal karena serangan jantung,,, Nenek kartini yang minta ditemani Pak Bagio tapi Mbah Jumi yang meninggal dunia, itulah umur misteri yang tak pernah terpecahkan. Aku merinding mendengarnya ..., Innalilahi waina ilaihi rojiun..., semoga Alloh menempatkan Mbah di tempat terbaik disisinya Amien selesai
Rahasia yang paling rahasia adalah waktu kapan dan dimana nyawamu akan di cabut....,sudahkah menanyakan keadaan orang tuamu hari ini... sudahkah berdoa untuk mereka hari ini, karena orang tua tak pernah lupa menyebut namamu dalam doa terbaiknya.. terimakasih sudah main kemari.... see you later
ceritanya sangat menginspirasi..mantapp
ReplyDeleteCeritanya Inspiratif mba
ReplyDeleteoh iya alhamdulilah bos
ReplyDeleteManusia kadang suka khilaf, lupa akan jasa yang bahkan dari orang tua mereka sendiri. Nafsu akan materi yang tak bisa dibendung, akhirnya membuat mereka melupakan hal yang begitu penting.
ReplyDeletePadahal yang mereka minta tidak banyak dan tidak lebih adalah waktu untuk berkumpul, mendengarkan keluh kesah kalian-kalian yang masih muda.
Ingat jangan sampai kalian tersadar disaat semuanya sudah terlambat, mereka hanya ingin diperhatikan tidak lebih. Tinggalkanlah sejenak urusan pribadi kalian. Berkumpul lah dengan mereka yang sudah mulai menua.
mereka hanya minta sedikit waktumu sekadar tersenyum sambil menyentuh tangannya itu sudah cukup
Deletethis real, bagus ceritanya, tak lupa tujuan suatu cerita, memberi suatu makna, hem,, lanjutkan yg blm baca, harus baca ini
ReplyDeleteterimakasih bang Albert
Deletealhamdulilah.... yes... semoga semakin banyak yang meluangkan waktu mampir ke rumahku
ReplyDeleteMemgingatkan saya tentang mbah saya
ReplyDeletehehe
DeleteJadi inget nenek saya
ReplyDeletejaga neneknya mumpung masih ada
Deletehuhuhu, jadi inget nenek :(
ReplyDeletetengokin dong mumpung masih ada
Deletesedih, mengingatkan kedua orang tua ku yang udh meninggal
ReplyDeleteberdoalah... itu yang di butuhkan ortumu sekarang
Delete