Pemilik Rindu yang Sama
Dua bulan yang dijanjikan ternyata terlewat tanpa pertemuan dan perjalanan. Mengingat kesibukan dan terkendala masalah dana. Perjalanan dari Madura ke Jakarta cukup berat untuk mereka berdua. Risma sengaja memilih kota yang benar-benar jauh dari masa lalunya. Jakarta memang memberinya pengalaman gemilang. Namun kepahitan yang di goreskan Jakarta dihatinya membuatnya enggan menginjak kota itu lagi.
Sampai di Trenggalek juga bukan sengaja dilakukannya. Setiap putrinya minta pindah sekolah Risma selalu berpindah kota. Semakin lama, semakin jauh dari masa lalunya. Berusaha terus menjauh dari masa lalu yang menyakitkan itu adalah caranya untuk melupakan setiap pahit yang di berikan yang berikan hidup padanya.
Pagi yang dimulai dengan rasa syukur,karena masih diberi kesempatan menatap wajah manis Kinar putrinya. Sarapan pagi dengan teh tawar tawar hangat dan gorengan sudah membuatnya siap mengisi hari dengan kegiatan yang bermanfaat. Lima pegawai datang lebih awal, bukan si bos yang meminta tapi karena mereka sudah merasa bertanggung jawab pada tugas masing-masing.
Pelanggan tidak mau tahu pada apa pun kendala produksi, macet saat pengiriman, bukan urusan bagi mereka yang mereka tahu adalah bagaimana caranya komplen saat barang tidak datang di tanggal yang dijanjikan.
“Cak, besok saya berangkat ke Jakarta, nggak lama paling tiga hari. Cak Giman urus semua urusan di sini ya.”
“La dalah, kok aku, Dek.”
“Cacak yang paling didengar sama anak-anak , selain saya dan Kinar. Biarpun Cacak bukan yang paling tua disini”
“Baiklah, Insya allah jika memang kamu percaya, Dek. Ada apa toh ke Jakarta kalau aku boleh tahu?”Cak Giman mencoba tahu lebih banyak, Risma diam sejenak mencari jawaban yang baik tanpa harus membuka rahasianya.
“Ngeliat pasar, Cak. Doakan saja supaya kita bisa masuk ke pasaran Jakarta” jawab Kinar yang keluar dari kamar dengan kaos hitam panjang dan rambut di kuncir kuda. Risma menarik napas lega dan tersenyum.
“Pasti di doakan, Noni Kinar. Kalau ordernya makin banyak, kan jadi lebih banyak orang-orang putus sekolah yang bisa kerja. Jadi, nggak tergoda buat Ke kota, eh disananya jadi gadis cantik yang dipeluk om-om genit” celetuk seorang pegawai terdengar asal sambil tetap melakukan tugasnya buang benang.
Kinar tersenyum senang, merasa bahagia karena sudah mejadi warna yang memberi perubahan besar untuk lingkungan tempat dia tinggal.
**
Dua perempuan sibuk dengan fikirannya masing-masing. Ada rindu yang membuncah dan gugup yang datang begitu saja, Perjalanan kereta Surabaya- Jakarta. Menggoreskan warna sendiri menjadi saksi hati yang tak mau diam, merangkai kata paling indah yang akan diucap saat perjumpaan menyapa.
Bertahun rindu ditabung hari ini menunggu waktu untuk meledak. Sabarlah rasa, tinggal beberapa detik saja kau akan berjumpa dengan pemilik rasa yang sama. Penabung rindu yang juga membiarkan janji jumpa sebagai penyemangat saat mentari pagi menyapa.
Gerbang LP sudah terlihat. Kinar menghentikan langkahnya cukup lama, seorang lelaki yang selama ini di panggil ayah. Akan dilihat, akankah ayah seperti yang ada di mimpinya, atau seperti yang di ceritakan teman-temannya waktu di sekolah.
Risma mengamit pergelangan putrinya tanpa kata, semua prosudur di penuhi, jantung berdekup semakin kencang layaknya ombak di musim barat.
Kinar duduk diam di ruang tunggu, dilihatnya wajah ibunya pun memerah pergelangan tangannya terasa panas saat di genggam. Seorang lelaki dengan rambut memutih muncul diantar petugas. Langkah nya terhenti, seperti tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Risma bangkit begitu pun Kinar. Melangkah perlahan, tetapi saat jarak tinggal sedepa mereka mematung seperti terhanyut di halusinasi sendiri.
“Ki, Katanya pengen peluk ayah.” Risma berbisik di telinga putrinya. seperti terhipnotis Kinar menghambur memeluk ayahnya tanpa kata, hanya air mata yang menjadi bahasa yang hanya dapat di mengerti pemilik rasa yang sama.
“Kiki…!”hanya itu yang terdengar keluar dari mulut lelaki tua dengan kulit putih pucat. Air mata menghujani kepala putrinya. Sembari tetap memeluk sang putri, Lelaki penghuni bui itu melambai pada istrinya agar mendekat, tiga nyawa yang mempunyai satu rasa, kini melebur dalam haru dan syukur tak berkesudahan
Tak ada tembang pujian yang lebih merdu dari syukur karena Tuhan yang pengasih dan penyayang telah menjaga orang yang paling di rindukannya.
“Ayah, ternyata tidak setampan yang di ceritakan Ibu, Ayah jelek, tua,. Ayah jauh dari ekpektasi ku” celetuk Kinar sambil menatap wajah tua ayahnya. Sementara Risma membuka bungkusan makanan yang dibawanya. Iskandar terkekeh mendengar putrinya yang bicara asal. Dia merasa menemukan cermin dirinya dalam diri putri yang tak pernah dilihat dan dibelainya sekian puluh tahun.
Hari ini Tuhan sudah mengizinkan dia mengganti kenangan manis tentang putrinya, gambar yang terlukis dalam kenangannya adalah bagaimana tangis nakal baby Kiki yang memekakan telinganya, terus menangis meski dia sudah di dekap ibunya dan di jejali susu. Sang ibu mulai kesal dan menyerah. Kiki Kecil yang baru belajar merangkak mendekat padanya, terlelap dalam dekapanya setelah ditimang hampir satu jam.
"Kok, sambel udangnya beda ya, Din”kata Is pada suapan ke tiga.
Emangnya Ayah masih ingat rasa sambel udang buatan ibu, setelah puluhan tahun?” tanya Kinar takjub pada ayahnya.
“Masih, Sayang. Rasanya nempel di lidah seperti rasa ciuman pertama.” jawab ayahnya sambil menatap wajah istrinya, senyum Risma mengembang sempurna.
“Udangnya bukan aku yang buat, Ki yang masak katanya special untuk ayah” jawab Risma menjelaskan. Kinar menunduk malu, karena masakannya tidak seenak ibunya, dia takut ayahnya kecewa.
“Makasih, Kiki. Ayah senang punya dua koki pribadi yang hebat saat pulang nanti, tiga bulan kok rasanya lama banget ya” celetuk Is
“Ayah, tiga bulan lagi bebas bukanya masih satu tahun?”
“Hitungan total memang masih satu tahun tapi kan belum dipotong ini dan itu jadi tinggal tiga bulan lagi. Ayah sudah siapkan kejutan untuk kalian. Maaf, ya, Kiki. Karena ayah tak ada dimasa kecilmu. Sebenarnya ayah punya mimpi saat umurmu tujuh tahun, Ayah akan membawamu jalan-jalan ke Turki, Melihat indahnya kota Istambul sambil menaiki balon udara. Ayah akan mengajakmu mengenal peradaban Eropa dan budaya islam yang berpadu sempurna. Ayah berharap kamu bisa jadi seorang diplomat. Pandai bernegosiasi, terbuka melihat budaya orang lain tapi tetap bangga dan berpengang dengan budaya kita. Tapi takdir Alloh menundukan setiap ambisi, dan rencana hanya menjadi catatan usang yang mengendap di dasar rasa. Maafkan Ayah, Nak.”
“Doa ayah sudah terkabul, Ki pandai menego orang” jawab Kinar disela rasa haru yang memenuhi dadanya, susah payah dia berusaha membentuk senyum di etalase wajahnya.
“Masa?, Ayah kok ragu ya,”goda ayahnya mata tuanya berbinar gembira. Dia senang mendengar cara bicara Kinar yang cepat dan cadel.
Risma lebih banyak diam menjadi pendengar, dia seperti membiarkan ayah dan anak mengukir kenangan pertama yang indah. Sampai saat perpisahan tiba tak ada air mata, hanya pesan untuk saling menjaga kesehatan. Agar perjumpaan,tiga bulan yang akan datang menjadi moment yang lebih manis lagi.
Bersambung
see you, Dear
0 komentar:
Post a Comment
Komentarmu adalah cermin kepribadianmu.terima kasih sudah mengunjungi blog saya