Bidadari Dalam Sunyi
Wahai malam
Tuntun tangannya
Bawalah rasa bertemu
Rasa sama, rindu telanjang yang jelita
Menggapai asa yang sirna
Bersama gulita
Risma sangat sibuk dengan jarum dan benang sulam. Namun jemarinya sengaja dibungkus agar tak terluka. Pantangan utama penderita HIV adalah luka. Maka itu dia berusaha bekerja seaman mungkin agar tidak tertusuk dan luka, sebagai bentuk tanggung jawab sosial supaya tidak ada lagi yang tertular penyakit latnat itu hanya karena kecerobohannya.
Orderan yang mengalir lancar meski dalam partai kecil sudah sangat disyukurinya. Dia tak harus bingung saat harus membeli keperluan dapur di tanggal genting dan gaji Kinar tak mencukupi sekalipun dirinya sudah sangat berhemat dan anak semata wayangnya itu sudah memberikan seluruh gajinya untuk keperluan sehari-hari.
Wajahnya semakin cerah saat mendengar suara Kinar mengucap salam. Ini bukan tanggal gajian tapi Kinar membawa jinjingan besar. Risma mengerutkan kening mana kala Kinar membuka belanjaannya.Namun, sebelum sempat Kinar bercerita banyak, sang ibu menempelkan jemarinya di bibir
”Sholatlah dulu, Ki. Waktu asyar hampir habis” katanya lembut
“Baik, Bu” balas putrinya tanpa menentang. Setelah tahu sedikit perjuangan ibu dalam menjalani hidup membuat Kinar berjanji dia tidak akan pernah menentang apapun keinginan ibunya.
Perjumpaan dengan Tante Mirna membuatnya faham tentang kepahitan yang terjadi dimasa lalu. Membalik dunia adalah kekuatan takdir dari sang pemilik hidup. Kuasanya yang melingkupi langit dan bumi sudah mengantar ibunya jadi wanita yang hidup dalam kekurangan uang dan sanjung puja. Namun, bermandi cahaya karena kenyakinan hatinya. Keindahan pribadinya. Cita-citanya hanya satu berdiri pada kakinya sendiri.
Kinar duduk sambil tersenyum pada Ibunya. Ditangannya membawa teh hangat tawar. Bercerita tentang alat gambar yang dibawanya.
“Tadi, Ki. Menjual kalung, Besok ada mesin jahit datang. Ki membeli mesin bekas tapi masih layak pakai”
“Untuk apa semua itu?”
“Sudah saatnya ibu kembali. Jika ibu tak ingin memakai nama ibu. Ki yang ada di depan!”
“Ki, Ibu tak bisa, Sayang.”
“Bu, coba ibu pikirkan,dua tahun lagi ayah bebas. Apa ibu mau ayah melihat kita hidup dalam keadaan seperti sekarang. Betapa sedihnya ayah, Bu” Kinar bicara sembari menatap mata ibunya. Mendung tiba-tiba menggelayut begitu saja.”Apa rencanamu,Ki?”
“Kita akan bangkit, merintis kembali usaha yang pernah ibu jalani. Kita akan maen di baju anak.”
“Fashion anak?”
“Iya, Bu. Siapapun orang tuanya akan memberikan busana terbaik untuk anak-anaknya. Desainnya harus lucu sehingga menggelitik setiap ibu untuk membeli. Aku akan jadi marketing yang hebat, aku juga akan belajar desain dan teknik jahitnya.”
“Kau yakin, Ki?”
“Sangat!”
“Kenapa?”
“Karena, Kunci sukses butik ibu dimasa lalu, bisa kita terapkan sekarang. Hanya sedikit merubah strategi market saja,”
“Baiklah, Nak.”
“Ki, belum membeli kain. Nanti kalau ibu sudah sempat kita belanja. Ini sisa uang menjualan kalung, Bu.”
“Bismilah ya, Ki. Semoga kalungmu segera terganti, sayang “
“ Inilah Ibuku, My Wonder mom!”
Senyum optimis sore itu memulai lembaran baru yang lebih baik. Memang belum terlihat seperti apa hasilnya. Akan tetapi, keberanian untuk memulai adalah hal yang menjadi pondasi utama untuk memulai sebuah usaha.
Waktu senggang mereka berdua dihabiskan dengan belajar.Risma mengajari putinya tentang desain,kain, teknik jahit, dan segala hal yang dia tahu tentang bisnis pashion. Pemikiran Kinar yang terus menciptakan kreasi baru yang membuat produksi desain mereka berbeda.
Sambil belajar Kinar menanyakan sesuatu pada ibunya. Sekalipun dia tidak berani berharap banyak bahwa ibunya akan mau menjawab dengan jujur.
“Bu, Kenapa Ibu tak pernah cerita, Kalau ibu adalah orang hebat. Ayah seorang politikus yang kehadirannya selalu diperhitungkan?” tatapan mata Kinar memohon kejujuran, membuat sang ibu tak berdaya. Hembusan napas berat berkali-kali menjadi pertanda jika Risma sebenarnya tak ingin menjawab pertanyaan Kinar.
“Kau siap mendengarnya?”
“Iya, Bu”
“Baiklah, Ibu akan jawab. Dengarlah! Ibu tidak pernah bercerita padamu karena ibu menghawatirkan keselamatanmu. Ibu takut jika kau tahu jati diri ibu dan ayahmu. Saat kau sedang marah karena di bully teman-temanmu. Kau akan memberi tahu semua orang bahwa ibu adalah Diani. Sang pemilik butik langganan para pejabat dan konglomerat pada zamannya. Ibu takut hal itu akan menjadi pedang yang kemudian membunuh dirimu. Sebenarnya musuh politik ayahmu sampai sekarang masih terus mencari ibu. Dia masih ketakutan karena ibu disangka memiliki dokumen rahasia yang akan menyeretnya ke penjara, Nak. Ayahmu yang meminta ibu untuk merahasiakan tentang ini darimu, dia bilang ibu hanya boleh memberitahumu saat kau akan menikah karena memang membutuhkan izinya sebagai seorang wali” Risma berbicara panjang lebar. Meski sesekali terhenti untuk menarik napas dan menyeka air matanya. Kembali menceritakan hal ini seperti membuka kisah pahit yang berusaha dia lupakan. Bagaimana pengadilan menjatuhkan Vonis pada suaminya. Bagaimana dia diculik dan disuntik darah yang terinfeksi Virus HIV karena berusaha menyampaikan fakta dipersidangan. Sang penculik mengancam jika dia bicara lagi maka putri kecilnya yang saat itu berusia tujuh bulan akan mengalami hal yang mengerikan. Tangis yang berusaha ditahan selama puluhan tahun pecah saat itu. Kinar segera memutar lagu dari Hpnya agar suara tangis ibunya tak sampai terdengar ke tetangga. Kinar memeluk ibunya menghujani rambut putih yang penuh ketombe itu dengan air mata haru. Ternyata apa yang dia lakukan selama ini tidak akan sebanding dengan pengorbanan dan derita ibunya selama puluhan tahun memendam luka itu seorang diri.
“Ki, janji tidak akan bertanya lagi tentang Ayah ataupun Ibu”
“Tak apa, Ki. Sudah waktunya kamu tahu tentang hal ini, tapi janji kamu tidak bercerita pada siapapun. Ibu tahu lawan politik ayahmu sekarang memang sudah tidak berdaya. Tapi biarkan ibu memenuhi janji ibu pada ayahmu, bahwa kita akan baik-baik saja saat ayah menjalani hukuman” pinta ibunya mengiba setelah berhasil menguasai dirinya. Kinar mengangguk mantap
“Sekarang kamu juga harus jujur, kamu punya teman dekat sekarang, Nak. Bukan pacar tapi setidaknya ada pria yang menarik perhatianmu, Nak?” Risma membalik senjata Kinar terdiam.
“Yang medekat ada beberapa, Bu. Tapi entahlah Ki merasa belum ada yang srek aza”
“Kau belum bisa melupakan, Arda?”
“Bukan itu, Bu. Terlalu sulit jika standarnya adalah Arda. Dia pria terbaik yang pernah ku dapatkan”
“Ibu mengerti, tak harus terburu-buru, tapi tak baik menunda jika memang sudah ada.”
“Iya, Bu.”
"Ibu tahu tidak, ada seorang temanku yang mengirimiku kantun wanita cantik menyendiri dengan satu Jar kunang-kunang di tangannya, katanya itu adalah aku di matanya.”
“Dia menyukaimu, kau suka padanya?”
“Biasa saja, Bu. Aku sekarang ingin memperbaiki hidup kita. Agar saat ayah bebas dia tak harus bekerja terlalu keras. Itu saja. Ayah tak harus tahu kalau kita kesulitan mencari makan setiap hari. Ayah harus tahunya kita hidup sederhana tapi setidaknya cukup makan.
“Baiklah kita akan berusaha menghujudkan mimpi itu, Sayang. Berani bekerja keras.?”
“Siap, Bu.”
“Kita jenguk ayah ya, Bu. Kalau sudah ada dana.Ki ingin makan bersama Ayah”
“Iya,. Tapi janji tidak mengeluh saat ibu memintamu bekerja lebih keras ya,”
“Pasti!”
Bersambung
Jika ingin sebuah rahasia tetap menjadi rahasia, maka jangan biarkan dia keluar dari kerongkonganmu. See you dear!
saya suka...
ReplyDeleteThank u,
Delete