Purnama Terbaik
Aku tak diajari
untuk membenci.
Layaknya
lembayung senja
Tak marah
digantikan malam
Seperti laut yang
tenang menjadi muara segala nista dan cahaya
Beri aku luka
untuk berkaca
Sahaya sang
mahadaya
Pemilik semesta
Bisakah hamba
Wahai Raja?
Dunia adalah tempat
gelap dan terang, siang dan malam menjadi gambar. Mampukah membaca makhluk
tuhan berakal? Jika tidak, belajarlah untuk mencerna, agar tak hanya bisa
mencela tapi mampu menjadi cahaya. Jika itu kau tak mampu diam adalah permata.
Malam ini semilir angin
terasa sunyi seperti langkah gontai tanpa tenaga, Kinar gadis itu biasa disapa,
rambutnya hitam berobak sebatas bahu biasanya dikuncir kuda tapi malam ini di
biarkan tergerai beitu saja.
Dilemparnya kerikil ketengah laut yang tenang
tanpa ombak. Purnama diatasnya diam saja enggan menjadi teman bicara. Sudut
mata mulai alirkan anak sungai perih rasanya.
“Apa dosaku? Apakah bisa seorang anak memilih
siapa yang menjadi orang tuanya” desisnya diantara perih yang menghujam
jantungnya. Tangisnya membahana memecah kesunyian laut yang seolah mati suri, purnama
semakin terang laut tenang kepedihan menghujam hingga kakinya terasa lemah tak
kuat menahan beban berat badannya.
Menjerit –jerit menghujat siapa saja yang
menyakiti. Arda, tante Miranda, Ibu, juga Sophia. Puas rasanya meskipun mereka
tidak mendengarnya, tapi beban berat di dada rasanya sirna, dihapusnya air mata
dengan punggung tangan, menarik nafas perlahan mengambil kembali ketenangan.
Melirik handfhone melihat jam, 22.57 angka yang
ditunjukan gaway nya, menggela napas sejenak lalu berjalan cepat menuju
parkiran. Motor meticnya setia menanti. Wajah ibu terus membayang membuat Kinar
menjalankan motor seperti kesurupan.
Ibu menanti di teras rumah menanti putrinya dengan
gelisah, pesannya dari tadi tak dibalas. Niat nelp pulsanya sekarat akhirnya
perempuan paruh baya dengan daster hijau bermotif bunga itu hanya mengumpat.
Vario hitam metalik berhenti tepat di depannya,
Kinar membuka helm dan segera mengajak ibu masuk “Harusnya ibu tidak menunggu
di luar.”ujarnya iba melihat wajah ibu yang kurus dan pucat.
“Dari mana saja, ibu sudah bilang kalau terlambat
pulang ,kabari.”
“Maap, Bu.
Pulsa Ki habis, Ki cuma punya quota” kilahnya sembari menerima teh hangat yang diberikan
ibunya.
“Makanlah, sayurnya sudah ibu hangatkan”
“Iya” jawab Kinar menurut, sambil berjalan menuju
dapur.
Di meja tua Kinar makan ditemani ibunya. Sop
sayuran tanpa danging cukup untuk mengganjal perutnya malam ini. Tak sampai
sepuluh menit Kinar menghabiskan nasi di piringnya.
“Ki..., ada yang menggangumu lagi?” tanya wanita
itu sambil menyentuh lembut jemari putrinya
“Dari mana Ibu tahu?”
“Aku Ibumu, Kedipan matamu bercerita semuanya
padaku, Nak”
“Bu, bolehkah Ki tidak mengatakan pada Ibu?”
“Baiklah kau sudah besar ya...? mulai punya rahasia.”
Balas sang ibu mencoba tersenyum meskipun hatinya gelisah melihat raut sedih
sang putri.
“Peluk Ki saja” Kinar tersenyum dan mengelayut
manja pada bahu kurus ibunya.
“Katanya punya pacar, tapi tidur masih harus
dikelonin ibu.”Goda ibu sambil mencubit hidung mancung gadis cantiknya yang
manja.
Sebelum tertidur Kinar seperti teringat sesuatu,
setengah meloncat dia turun dari ranjang dan berlari mencari sesuatu di dekat
rak tivi.
“Ibu lupa minum obat, minum dulu!” katanya dengan
nada memaksa. Sang ibu menatapnya minta pengampunan. Kinar menggelengkan
kepala.”Bu, lakukan untukku”
“Ibu bosan, Ki”
“Bu”
“Ki, malam ini saja, Ibu tidur tanpa obat” rengek
ibunya manja. Kinar menggeleng lagi.
“Kuku ibu sudah berjamur, ketombe ibu besar-besar.
Ibu harus disiplin minum obat.
“Ibu malas dengan mual dan muntahnya, Ibu bosan
harus terus minum obat, setiap hari Ki “
“Besok Ki libur kita jalan-jalan, jadi kondisi ibu
harus vit” rayu si cantik sambil tersenyum. Perempuan dengan rambut keriting
dan ditumbuhi uban menyerah, diambilnya obat dari telapak tangan putrinya dan
menelannya. Kinar tersenyum senang diciumnya kening Ibunya.”Hiduplah untukku
,Bu!” bisiknya sebelum kembali menyimpan gelas ke dapur. Sementara ibu menatap
punggung putrinya sedih.
Meminum obat setiap hari, kondisinya tetap sakit
sakitan. Terkena panas terlalu lama badannya demam, menantang angin flu bertamu. Selalu ada saja
yang membuatnya merasa tidak sehat. Sebenarnya semua sakit di badan sanggup
diatanggung. Karena ada yang lebih sakit dari itu. Saat Risma harus berjuang
supaya Kinar bisa diterima di sekolah, mulai dari TK sampai lulus SMU, masuk
sekolah baru adalah perjuangan yang amat melelahkan, bukan karena biaya tapi
karena Kinar tak memiliki Akta kelahiran. Entah nama siapa yang harus tercantum
disana.
Pihak sekolah kemudian memang merahasiakan
identitas Kinar sebagai anak yang terlahir tanpa terikat dengan pernikahan yang
sah, tapi seperti menyimpan seonggok bangkai, bersama waktu selalu saja ada
yang tahu jika Kinar tak mengetahui siapa dan seperti apa ayahnya.
Tatap mata menghina lebih menyakitkan dibanding
seribu hinaan, dan tikaman jutaan pedang, Risma menangis menyesali diri setiap
kali, Kinar meminta pindah sekaloh karena tak tahan dengan bullyng.
Hidup berpindah –pindah kota sudah jadi hal biasa
untuk Risma dan Kinar, seorang sahabat baik meledeknya sambil bercanda
”Seperti diplomat saja setiap enam bulan harus
pindah kota. Jika aku kaya akan ku buat sekolah khusus untuk Kinar. Kau Ibu
yang hebat Risma.”
“ Aku hanya hidup untuk Kinar, dia tidak akan
membuka mulut jika masih sanggup menghadapinya. Jadi jika dia sudah minta
pindah artinya sudah sampai di level bahaya”
“Jaga dirimu, kabari aku jika kau butuh sesuatu”
“Kau akan jadi orang pertama yang tahu kabar kami”
“Kinar, Simpan ini. Kau akan membutuhkannya di
tempat baru.”
“Terimakasih Tante Mira”
“ iya”
Penggalan-penggalan hidup selalu membayang saat
rasa sakit mendera ,dan Risma harus terbaring seorang diri karena Kinar
putrinya harus bekerja mencari nafkah untuk menyambung hidup mereka. Obatnya
memang gratis, tapi beras dan lauk-pauk tetap harus di dapat dengan berjuang.
Pemimpin berganti era berubah tapi baginya tak ada
yang berbeda, sama saja ,beban hidup semakin hari semakin berat, harga
melambung, macet dimana-mana pekerjaan dengan upah layak sepertinya hanya mimpi
indah, layaknya dongeng peri ajaib yang diceritakan pada anak sebelum tidur.
Dusta adalah sesuatu yang dianggap lumrah karena
sudah terbiasa” Semoga Kinar tetap kau jaga dari para pendusta dan segala mara
bahaya ya Rob. Meski aku perempuan yang berlumur dosa, Kabulkanlah doaku
sebagai doa seorang ibu yang yang kau
janjikan dijawab tanpa ditangguhkan” rintih Risma lirih dalam sujud terakhir
selepas senja.
Kinar adalah purnama yang menyejukan mata
lelahnya, menjadi alasan mengapa dia harus tersenyum dan berjuang untuk sembuh
dari sakit yang menggerogotinya.
Mengalahkan musuh terbesarnya saat ini yaitu kebosanan, kebosanan, dan
kebosanan.
Berjuang melawan mual dan muntah, pusing seharian
setelah meminum obat. Dokter yang merawatnya selalu berpesan disiplin jika
ingin terus hidup. Kalahkan Rasa sakit agar mampu menyambut matahari esok hari.
Bersambung
Sakit apa sih Bu Risma sampe segitunya banget ?
penasaran kan tunggu besok ya, datang lagi Kesini
Sakit apa sih Bu Risma sampe segitunya banget ?
penasaran kan tunggu besok ya, datang lagi Kesini
Hidup tak pernah ada yang mulus sebab dunia adalah tempat manusia melalui ujian. Miliki hati yang kuat untuk melewati setiap jalan.
See you dear
0 komentar:
Post a Comment
Komentarmu adalah cermin kepribadianmu.terima kasih sudah mengunjungi blog saya